Robot Kematian

Image
Robot ini Diciptakan Untuk Memimpin Upacara Pemakaman. Ih Ngeri! By : Fransisca Wahyu Indri  Jepang adalah negara yang selalu menghebohkan dunia dengan penemuan dan inovasi terbarunya. Perkembangan yang berkaitan dengan penciptaan teknoogi robot humanoid (robot yang mirip manusia) menjadi andalan bagi negara ini untuk unjuk gigi di era yang serba canggih ini.   Sumber gambar: in.reuters.com Nah, bagaimana jadinya jika upacara pemakaman seseorang dipimpin oleh sebuah robot? Dilansir dari in.reuters.com   inovasi terbaru telah diciptakan oleh sebuah perusahaan di jepang. Softbank berhasil menciptakan sebuah robot humanoid SoftBank “PEPPER” untuk menggantikan peran pelayanan pendeta Budha dalam upacara pemakaman.   Sumber gambar: in.reuters.com Memang sampai saat ini pepper belum digunakan untuk memimpin sebuah upacara pemakaman. Namun Robot “Pepper” di program untuk dapat mampu memukul gong dan membacakan sutra atau ch...

Keputus[asa]an (Bagian I)

photo by pinterest.com
Oleh : Fransisca Indri 
 
"Seperti membuka mata setelah terpejam semalaman atau  berada dalam pesawat yang membawamu terbang dari kejauhan, aku kembali menulis ini, mengungkapkan asa agar tak sia-sia, berharap semoga besok tidak lagi sama sampai lusa, dan seterusnya."

Hari itu tidak sama, aku pergi dengan begitu percaya diri menggenggam sejuta mimpi seperti pendekar yang siap menantang musuh yang menghadang. Aku punya senjata untuk bertempur di medan perang. Aku ingin perlihatkan pada dunia siapa aku sesungguhnya sebab tiada lagi rasa takut yang kurasa. Ya, diriku memang selalu bisa diandalkan. Ketika banyak dari pendekar berguguran karena keputusasaan, tidak denganku yang tetap melangkah tanpa melihat ke belakang. Sesekali mereka menanyakan keberanianku "Apa kamu yakin dengan semua ini?" dengan tegas aku menjawabnya "Aku sangat yakin dengan diriku."  hingga kisah itu terjadi. Darimana kita mulai cerita ini? baik, kita hanya perlu memulai dengan


*** 

-November, 2019-

"Echa, bekal makan malammu sudah kamu masukin atau belum? jangan sampai ada yang tertinggal." ibuku mengingatkan. Hari itu aku pergi meninggalkan kampung halamanku untuk mengadu nasib di kota Metropolitan-Jakarta. Bermodal ijazah Sarjana aku begitu yakin untuk membuat keputusan besar dalam hidupku. Ya, pergi ke Jakarta untuk pertama kali dan seorang diri adalah hal ternekad yang tidak pernah kubayangkan untuk kuputuskan secepat ini. Selama ini aku mengenali diriku adalah tipe orang yang terlalu banyak berpikir tetapi entah mengapa kali ini berbeda sampai hari itu tiba, aku masih berpikir bahwa ini semua adalah mimpi. 

Aku mempercepat langkah kakiku sebab layanan informasi di Stasiun Kota Baru mengumumkan bahwa keretaku akan segera berangkat. Kulambaikan tangan pada Ayah Ibu yang nampak sedih melihat kepergianku. Tak lupa pula, seseorang yang berdiri disamping kedua orang tuaku yang melemparkan senyuman tak rela kepadaku. Seseorang dengan mata bulan sabit dan kumis tipisnya. Ah, sungguh aku tidak bisa melihat senyum itu terlalu lama.

-Di kereta-
Kereta api mulai melaju perlahan meninggalkan Stasiun. Aku menghela napas, kupandang langit di luar kaca jendela. Sendu. Sepertinya akan hujan. Sial, suasana bahkan mendukung perpisahan itu. Sesungguhnya aku tidak kenal siapapun di Jakarta. Saudara pun tak ada yang tinggal disana. Benar-benar modal nekad dan ambisi saja. Aku tidak bisa hanya berdiam diri setelah menyelesaikan studi ku. Ketika teman-temanku masih ingin menikmati masa-masa kebebasan aku sudah diterima di salah satu perusahan yang bergerak di bidang kreatif desain di Jakarta.

"Permisi, 17 D Gerbong 1 ya, Kak?"
..........
"Halo, permisi"
"Ha? Iya ada apa Mas?" Lamunanku pecah.
"Ini 17 D Gerbong 1 ya Kak?"
"Iya, tempat duduk punya Mas ya?"
"Iya tapi nggak apa apa, Kakak duduk disebelah mana? biar kita tukar posisi aja."
"Saya di 17C, sebelahan doang kok Mas. Nggak papa saya geser biar Mas dekat jendela"
"Nggak papa Mbak kayanya Mbak juga dah PW."
"Nggak papa Mas."

Percakapan karena kesungkanan itu berlangsung agak lama, hingga....

"Ekhem,.." Tatapan kami kompak mengarah ke Bapak-bapak yang duduk persis di seberang.
"Baik Aku yang dekat jendela Mas." Aku mengalah, oh maksudku aku yang menang.

(bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

Robot Kematian

Hujan di Luar Jendela

Teh Melati Reska (Restoran Kereta)