 |
photo by pinterest.com |
Oleh : Fransisca Indri
Hening malam kembalikan
ingatanku. Sejenak semilir angin lewati sela-sela jendela lalu berusaha
menyelinap masuk ke dalam selimutku. Aku menggigil kedinginan,
tulang-tulangku linu ingin patah rasanya, bahkan kaki ku seakan tidak
bertulang. Semacam kehilangan diriku yang dulu, semacam kehilangan
sesuatu yang sangat berharga bagiku. Aku mencoba menutup mataku lalu
pergi tidur. Dalam tidur aku bermimpi. Mimpi itu membawaku kembali
kepada sebuah harapan yang akan menjadi hebat jika kita masih bersama
sampai saat ini.
***
"Risty?" terdengar
seseorang memanggil namaku. "Siapa kamu?" jawabku kepada sosok laki-laki
asing yang muncul tiba-tiba. Ia mencoba mendekat ke arahku. Laki-laki
itu memakai jubah putih bercahaya bak bulu burung merpati. Ia
mengendarai kereta yang ditarik oleh 4 ekor kuda berwarna emas.
Keretanya begitu indah dan sangat berkilauan. Rodanya dilapisi berlian,
atapnya terbuat dari intan dan permata. Laki-laki itu semakin mendekat.
Wajahnya samar kulihat. Aku berusaha melihat wajahnya tapi tetap saja
tak jelas. Masih samar, Hanya senyumnya yang bisa jelas kulihat. Ya,
Laki –laki itu memiliki senyuman yang begitu menawan, bahkan aku tak
ingin sekalipun mengedipkan mataku. Entahlah, tapi aku seperti
mengenalinya .
Laki-laki itu turun dari
keretanya. Ia lalu mengulurkan tangannya seakan ingin mengajakku pergi.
Aku hanya terdiam kebingungan, namun laki-laki itu terus menatapku
dalam.Sendu.Sayu. Tatapannya membuatku tak dapat menolak lagi, tanpa
sadar aku menurutinya, lalu melangkah naik ke atas keretanya dan duduk
bersebelahan dengannya.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi"
kataku dalam hati. Aku baru sadar bahwa aku sudah dibawanya pergi
sangat jauh dari tempatku berdiri tadi. Saat itu aku hanya berpikir
bagaimana cara agar bisa kabur dan melompat keluar dari kereta ini, lalu
mendarat dengan selamat. Aku mulai ketakutan dan dudukku semakin
terlihat tak tenang. Aku kembali menatap ke arah laki-laki itu. Terlihat
senyum dari sudut bibirnya yang merah muda. Senyum itu ditujukan
padaku, seakan-akan dia tau dan menyadari ketakutanku. Saat dia
tersenyum, saat itulah aku mulai mengira-ngira. Entahlah. Aku seperti
mengenalinya.
Dia tetap tenang, tapi
aku mulai gusar. Dengan nada bergetar aku coba berbicara padanya, "aku
ingin turun dari keretamu" tapi laki-laki itu tetap diam. Aku ingin
berontak tapi aku gugup, ingin nekat melompat pun aku tak sanggup. Apa
yang harus kulakukan? Aku tak bisa melawan.
"Kau ingin turun? ada
apa denganmu, Nona Risty?" ucapnya halus. " aaa, anu, iya, aku,.. aku"
belum selesai memberi jawaban, dia menghentikanku. "Ststst,.. tidak
perlu takut, kamu akan baik baik saja. Bukan nya ini permintaan mu waktu
itu?" terangnya. Mulutku terdiam seketika dan aku bertanya-tanya
permintaan apa yang dia maksud.
Lalu tibalah kami di
sebuah bangunan megah seperti kastil. bangunan itu tepat menghadap
pantai berpasir putih. Laut lepas terpampang jelas di depannya. Walau
masih bertembok batu-bata, kastil ini tampak begitu anggun berdiri
diantara birunya laut dan birunya langit. Kutengadahkan kepalaku melihat
sisi puncak kastil itu. Sebuah besi tua berbentuk salib menancap di
tengah puncaknya. Ada lonceng yang begitu besar di menaranya. Aku
terpesona . Ini adalah tempat impian yang hanya berada dianganku semata,
"Ini gereja" ucapku pelan.
Tiba-tiba bajuku
berubah menjadi gaun yang indah. Gaun itu tampak cantik dengan hiasan
kupu-kupu di sebelah ikat pinggangnya. Aku terlihat seperti permaisuri.
Lalu Laki-laki itu mendekatiku dan berkata "bolehkah aku menjadi
pangeranmu?" Aku diam. Sekarang Laki-laki itu meraih tanganku. Ia
menggandeng dan membawaku masuk ke dalam gereja itu. Kelihatannya gereja
itu kosong. Tidak ada seorang pun di sini. Namun seluruh ruangan di
penuhi dengan rangkaian bunga berwarna pink pastel. Altar menjadi tampak
begitu manis. Sepertinya akan ada pemberkatan.
Kami berjalan
beriringan diatas karpet merah yang tergelar panjang menuju altar. Di
depan altar terdapat dua kursi yang megah, seakan kursi itu di khususkan
untuk aku dan laki-laki ini. Dia menuntunku pelan. Lalu terdengar
suaranya yang begitu rendah, katanya "Maukah kau menjadi istriku?" dan
seketika itu juga dia perlahan lenyap. Hilang.Tinggallah aku seorang
diri disini.
***
Aku terjaga, aku keluar
dari mimpi itu. Mataku masih setengah terbuka, dengan sempoyongan, aku
bangun dari tempat tidur lalu berjalan menuju lemari bajuku. Entah apa
yang membawaku berjalan menuju lemari ini. Lalu kubuka lemariku dan ada
yang aneh dari lemari ini. Tidak biasanya lemari ku tampak begitu luas,
aku tahu sesuatu "Ya, seharusnya ada disini? Disini!" kataku pada diri
sendiri. Aku mulai mencari sesuatu yang hilang itu. Sesuatu yang
harusnya ada lemari ini dan masih tergantung rapi. "Ya, gaun ku, mana gaunku? gaun panjang berwarna putih dengan hiasan kupu-kupu di sebelah ikat pinggangnya"
Aku hendak membangunkan orang-orang rumah, bermaksud ingin menanyakann
gaun itu. Namun niatku batal ketika aku ingat bahwa ini masih tengah
malam.
Kubalikan badanku ke
arah cermin yang ada di samping lemari bajuku. Aku begitu terkejut
melihat bayanganku dalam cermin, Bagaimana tidak? gaun yang aku cari
sudah berada dibadanku sendiri. Apa yang terjadi? Kapan aku
mengenakannya? Aku bingung. Ini mimpi.Laki-laki itu aku mengenalinya.
Itu kamu.
Aku baru mengerti maksud
permintaan yang dibicarakan laki-laki tersebut. Permintaanku dua tahun
lalu. Di taman kota Kita mengobrol serius. Saat itu Aku ingin kau
meminangku, lalu memintaku di depan kedua orang tuaku dan mengambilku
menjadi istrimu. Kita berjanji untuk saling mencintai dan menyanyangi.
Ada satu hal yang masih jelas teringat di kepalaku sebuah ucapan darimu.
"Aku akan selalu menjagamu, Ris. Selalu." Bisikmu mesra.
****
Ya, tepat hari ini. Hari
dimana seharusnya aku dan kamu mengikat janji setia sekaligus hari jadi
kita yang menginjak tahun ke 7. Hari dimana aku mengenakan gaun ini dan
duduk di sebelahmu dalam gereja. Seketika itu juga badanku menjadi
sangat lemas. Pikiranku kacau, aku menjadi begitu tak berdaya "Apa aku sudah mulai gila, Tuhan? Tidak aku tidak gila, Tuhan" ucapku
pelan agak berontak, hingga kemudain air mata mulai mengalir dan
menetes membasahi pipiku. Aku tak kuasa. Waktu yang harusnya kita
habiskan bersama, kini terasa sirna. Kisah yang harusnya berakhir indah,
kini pun musnah.
"Risty, sudahlah. Dia
telah meningalkanmu, dan pergi bersama wanita lain. Wanita itu hamil!
Lupakan dia., Seminggu sudah kamu seperti ini. sampai kapan kamu seperti
ini?" Ucap seseorang wanita tua sambil menegakan badanku yang terbaring
lunglai di lantai. "Ibu, Kak Risty kenapa lagi?" suara itu memecah
lamunanku, itu suara adik perempuanku. Wanita itu, dia ibuku. Arghh, ada
yang salah dengan ini dan apa yang salah dengan diriku?
NB : Cerpen ini juga pernah publish di koran Radar Bromo dan Wattpad penulis
Comments
Post a Comment