Robot Kematian

Image
Robot ini Diciptakan Untuk Memimpin Upacara Pemakaman. Ih Ngeri! By : Fransisca Wahyu Indri  Jepang adalah negara yang selalu menghebohkan dunia dengan penemuan dan inovasi terbarunya. Perkembangan yang berkaitan dengan penciptaan teknoogi robot humanoid (robot yang mirip manusia) menjadi andalan bagi negara ini untuk unjuk gigi di era yang serba canggih ini.   Sumber gambar: in.reuters.com Nah, bagaimana jadinya jika upacara pemakaman seseorang dipimpin oleh sebuah robot? Dilansir dari in.reuters.com   inovasi terbaru telah diciptakan oleh sebuah perusahaan di jepang. Softbank berhasil menciptakan sebuah robot humanoid SoftBank “PEPPER” untuk menggantikan peran pelayanan pendeta Budha dalam upacara pemakaman.   Sumber gambar: in.reuters.com Memang sampai saat ini pepper belum digunakan untuk memimpin sebuah upacara pemakaman. Namun Robot “Pepper” di program untuk dapat mampu memukul gong dan membacakan sutra atau ch...

Hujan di Luar Jendela

 
Photo by pinterest.com
Oleh : Fransisca Indri

Hujan begitu deras, Liana masih berdiri di dekat jendela ruang kelas XII A di lantai dua. Teman-temannya sudah meninggalkan kelas 15 menit yang lalu tepatnya sebelum hujan turun. Namun Liana masih disitu. Diam terpaku. Mulutnya kadang digigit, seperti menahan sesuatu. Liana tetap diam dengan tatapan kosong. Lambat laun air matanya menetes, muncul dari sela disudut kedua matanya. Liana ingat sesuatu.

Dua tahun lalu dia berjumpa dengan Semesta seorang laki-laki jutek, menyebalkan dan sok keren yang adalah teman sekelasnya. Tapi memang tidak dapat dipungkiri Semesta memiliki paras diatas rata-rata. Ketika pertama melihatnya, Liana memang sudah tertarik padanya. Tidak hanya Liana, tapi teman-teman perempuan bahkan kakak kelas juga tertarik padanya. Setiap hari Semesta menjadi buah bibir diantara para perempuan remaja di sekolah itu. Bahkan setiap pagi selalu ada kiriman surat, bunga dan cokelat yang tergeletak di atas meja Semesta. Anehnya, Semesta tidak menghiraukan itu semua.

Melihat hal itu Liana tidak mau kalah. Meskipun terkenal tomboy dan jago karate, untuk urusan cinta Liana 380 derajat bisa berubah menjadi sosok yang begitu feminin. Pulang sekolah Liana pergi ke perpustakaan sekolah. Liana bergegas menuju bagian koleksi buku sastra, dicarinya buku kumpulan puisi cinta milik Kahlil Gibran. Siapa tahu, setelah membaca buku tersebut Liana bisa membuat surat cinta yang begitu romantis untuk Semesta. Ketika sibuk mencari-cari, tak disangka Semesta juga ada disana. Semesta duduk di bagian paling pojok. Entah hanya halusinasi atau sekedar angan-angan palsu bak fatamorgana, sekejap dilihatnya mata indah itu memperhatikan dia. Liana salah tingkah, rambutnya dibenahi sesekali, dan mulai tersenyum malu sendiri. 

Lamunannya tiba-tiba terpecah saat seseorang menabrak pundaknya dengan sengaja. Liana kesal, tanpa dilihatnya siapa orang itu, Liana yang memang jago karate dengan sigap mencengkram tangan orang itu dengan erat. "Maksud loe apa?" ucap Liana pelan. Orang itu mengangkat kepalanya. Liana terkejut ketika orang yang tangannya dia cengkram adalah Semesta. Liana gelagapan. Bingung. Bagaimana bisa Semesta denggan cepat pindah dari pojok ruangan ke posisinya saat ini. "Aneh loe ya, ni jalan bukan punya loe aja. Pakai acara melamun dan senyum-senyum sendiri lagi! dasar cewek aneh!" balas Semesta, sambil menempatkan punggung tangannya diatas dahi Liana. "Ih, apaan sih loe pegan-pegang dahi gue!" protes Liana. "Dahi loe panasnya sama kaya ketiak gue, pantesan!" ucapnya lalu pergi.

Sesampainya di rumah, Liana masih berpikir keras tentang kejadian tadi. berkali-kali ditepuknya kedua pipinya dengan buku puisi cinta yang dipinjamnya tadi, tanda tidak percaya. "Itu Semesta kan?" ucapnya berkali-kali. Lalu tiba-tiba diletakannya begitu saja buku itu. "Hah, ngapain gue bikin surat cinta buat orang kaya gitu!" suaranya keras. 

Keesokan paginya seperti biasa, banyak sekali kiriman surat yang tergeletak diatas meja Semesta. Liana mulai bertanya-tanya dikemanakan bunga dan surat itu. Karena rasa ingin tahunya yang begitu tinggi, diam-diam sepulang sekolah Liana membuntuti Semesta. Semesta menaiki bus kota, lalu Semesta meminta sopir bus menurunkan dia di suatu tempat. Liana agaknya merasa sedikit jijik. Semesta turun di daerah yang begitu kumuh, yang sepertinya tidak mungkin apabila Semesta tinggal di tempat seperti ini. Liana masih mengikutinya. Dengan mata kepalanya sendiri Liana melihat Semesta membagikan cokelat yang ia punya kepada gerombolan anak kecil disana. Semesta terlihat begitu akrab dengan mereka. Bahkan seorang anak tampak manja menggandeng tangannya. Seorang anak lain memeluknya dari belakang. Dan beberapa duduk manis mendengarkan Semesta berbicara.
"Kakak cantik, sini ikutan dari tadi ngintipin apa sih?" tegur seorang anak sambil jari telunjuknya mengarah kepada Liana. Liana kaget, gagap, tak bisa berkata apa-apa. "Aa..anuu, itu,... apa sih anu lho". Semesta menoleh ke arah Liana, dia tersenyum. Ditariknya dengan lembut tangan Liana. Kemudian Semesta mengenalkannya kepada anak-anak disitu. Liana mulai bertanya-tanya tentang sikap manis Semesta.

Sore pun tiba, tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Semesta dan Liana kemudian berpamitan pada anak-anak. Kemudian mereka pun pulang bersama. Dalam perjalanan banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikan Liana kepada Semesta. Sayangnya, Liana bingung memulainya darimana. Hingga akhirnya Semesta pun memulai, katanya "Kamu ngikutin aku ya?" Liana ingin menjawab, namun Semesta melanjutkan "Hahaha, mereka penyemangatku selama ini, hanya dengan mereka aku dapat melihat rasa syukur yang sesungguhnya, kamu lihat ekspresi mereka bukan? ketika aku kasih cokelat mereka begitu bahagia sekali. Kadang aku malah ingin seperti mereka, bahagia dalam keterbatasan, oiya satu lagi, kamu tau ? aku cuek dan jutek kepada banyak cewek karna aku nggak mau nantinya nyakitin mereka." Liana masih terdiam, Semesta melanjutkan "Hahahaha, sudahlah anggap saja tadi hanya angin berlalu. Oiya rumahmu dimana ? biar kuantar." Liana masih terdiam dan berpikir "Sudah jangan dipikir, nanti malah panas terus konslet kaya kemarin di perpus" goda Semesta sambil menepuk pipi Liana pelan.

Sesampainya di rumah Liana masih terheran-heran, ternyata Semesta saat di luar berbeda sekali dengan Semesta di sekolah yang terkesan cuek, jutek dan sombong. Semesta memiliki hati yang lembut, bahkan lebih lembut dari hati Liana sendiri sebagai perempuan. Namun Liana tidak mau ambil pusing. Semenjak itu Liana dan Semesta menjadi akrab dan dekat. Mereka sering menyematkan waktu menjenguk anak-anak di daerah kumuh tersebut untuk sekedar berbagi keceriaan bersama mereka. Tak jarang mereka sering pergi berdua untuk mengerjakan tugas atau sekedar jalan-jalan. 

Lambat laun timbul gejolak dalam hati Liana. Bahkan sampai saat ini Liana sama sekali tidak tahu menahu perasaan Semesta kepadanya. Liana hanya menunggu dan menunggu, namun Semesta masih aja sama. Seandainya Semesta hanya bermain-main, mengapa Semesta menggandengnya disaat hujan, menyentuh pipinya disaat cemberut, menggodanya disaat ia marah. Seandainya Semesta hanya ingin bersenang-senang, mengapa hanya pada Liana seorang, sedangkan kepada permpua lain di sekolah dia begitu cuek. Seandainya saja Semesta tidak menaruh hati padanya, Mengapa Semesta mau mengantarnya pulang setiap pulang sekolah, menemaninya belajar di perpustakaan, dan memberikan jaketnya untuk dipakai Liana saat hujan.

Hingga siang itu, di lantai 2 kelas XI B, Liana bertekad untuk menanyakan kepastian tentang hubungan mereka selama ini. Hujan mengguyur pekarangan sekolah. Liana masih diam di bangkunya. Semesta mengajaknya pulang, katanya "Ayo pulang, nanti ketinggalan bus ini hujan deras banget!" ucap Semesta. Liana masih terdiam. Sepertinya Semesta tahu tentang perasaan Liana saat itu. Disentuhnya pipi Liana dengan hangat "Kamu kenapa?" Semesta berusaha tenang. Liana mulai menangis dan berkata "Sampai kapan Ta, aku harus nunggu terus? Kalau emang kamu nggak sayang sama aku, mending kamu nggak perlu perhatian gini ke aku. Aku capek Ta!" 

Semesta masih terdaim. Lalu pelan-pelan Semesta melepaskan dekapan tangannya di kedua pipi Liana. "Maaf, Na, aku cuma nggak pingin nyakitin kamu. Aku nggak akan bisa bahagiain kamu Na." jawab Semesta.
"Kenapa? maksudmu apa? justru dengan bersikap kaya gini kamu nyakitin aku Ta! mendingan kamu pergi aja, nggak perlu peduliin aku lagi kalo emang kamu emang merasa cowok!" Bentak Liana. Semesta pun mundur perlahan, meninggalkan Liana seorang diri. Semesta pergi.

*****

Keesokan harinya Semesta tidak masuk sekolah, Liana mulai cemas. Liana menyangka Semesta sungguh tersinggung dengan ucapannya kemarin. Liana pergi ke tempat dimana biasanya Semesta bermain bersama anak-anak. Namun tempat itu sepi tak ada orang sama sekali. Liana mulai bingung dan panik. Kemudian telepon genggam Liana berdering. Panggilan dari ketua kelas XI B. 

"Ada apa ya? kok tumben telepon?"
"Halo Liana, kamu yang sabar ya Li."
"Kenapa?"
"Semesta Li, Semesta dipanggil Tuhan dia pendarahan nggak bisa berhenti kemarin dia kecelakaan waktu mau nyebrang jalan. Nah, ternyata dia punya penyakit hemofilia. darahnya nggak bisa berhenti keluar Li!"
"........................................................" Liana terdiam.

*****

Hujan siang hari ini, mengingatkan Liana pada hal yang paling ia rindukan. Liana merindukan saat dimana Semesta menggandeng tangannya, menyentuh pipinya dan berkata "Kamu kenapa?" Sendainya saja saat itu Liana tak menyuruhnya pergi mungkin umur Semesta jauh lebih panjang. Dengan begitu Liana masih bisa lebih lama bersama Semesta. Namun nyatanya, takdir berkata lain. Saat ini Liana hanya bisa titip rindu lewat rintikan hujan di siang hari, berharap Semesta bisa mendengarnya disana. 

"Semesta kau baik saja kan?" suaranya lirih. kemudian ditulisnya sekata penuh makna di jendela sekolah yang berembun "SEMESTA" dengan jari telunjuknya.

Comments

Popular posts from this blog

Robot Kematian

Teh Melati Reska (Restoran Kereta)